Ahlak Tasawuf

KAJIAN PUSTAKA

A.  Pengajaran dan Tasawuf

Pengertian Pengajaran

Pengertian yang umum yang difahami orang terutama mereka yang awam dalam bidang- bidang studi pendidikan, ialah bahwa mengajar itu merupakan penyampaian pengetahuan dan kebudayaan kepada siswa. Dengan demikian, tujuannya pun hanya berkisar sekitar pencapaian penguasaan siswa atas sejumlah pengetahuandan kebudayaan. Dari pengertian semacam ini timbul gambaran bahwa peranan dalam proses pengajaran hanya dipegang oleh guru, sedangkan murid dibiarkan pasif.
Dalam pengertian kuantitatif, mengajar berarti the transmission of knowledge, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini, guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebaik- baiknya. Diluar itu, kalau perilaku belajar siswa tidak memadai atau gagal mencapai hasil yang diharapkan, maka kesalahan ditimpakan kepada siswa. Jadi, kegagalan diaggap semata- mata karena siswa sendiri yang kurang kemampuan, kurang motivasi, atau kurang preparasi(persiapan).
Dalam pengertian institusional, mengajar berarti the efficient orchestration of theaching skills, yakni penataaan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam pengertian ini, guru dituntut untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar untuk bermacam- macam siswa yang berbeda bakat, kemampuan, dan kebutuhanya.
Dan pengertian secara kualitatif, mengajar berarti the facilitation of learning yakni upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa. Dalam hal ini, guru berinteraksi sedemikian rupa dengan siswa sesuai dengan konsep kualitatif, yakni agar siswa belajar dalam arti membentuk makna dan pemahammanya sendiri. Jadi guru tidak menjejalkan pengetahuan kepada murid, tetapi tidak melibatkannya dalam aktivatas belajar yang efisien dan efektif. Pengajaran kualitatif ini lebih terpusat kepada siswa (student centered), sedangkan pengajaran kuantitatif lebih terpusat pada guru (teacher centered). Dalam pendekatan pengajaran institusional pun sesungguhnya masih mengandung ciri pemusatan pada kegiatan guru, namun tidak seekstrem pendekatan pengajaran kuantitatif.
Al- Qur’anul Karim dan Hadits Rasulullah SAW sepatutnya dijadikan sumber asasi ilmu kependidikan. Darinya dapat dijabarkan berbagai permasalahan dasar kependidikan atau pengajaran, dapat pula ditetapkan  hakikat  psikis  manusia  serta  menggariskan  landasan  bagi metodologi pendidikan bagi anak- anak dan orang dewasa.
Pengajaran  merupakan  suatu  proses  yang  berkenaan  dengan kegiatan bagaimana guru mengajar serta bagimana siswa belajar. Kegitanpengajaran ini merupakan suatu kegitan yang disadari dan direncanakan.
Istilah mengajar dan belajar adalah dua peristiwa yang berbeda. Akan tetapi, antara keduanya terdapat hubungan yang erat sekali. Bahkan antara keduanya terjadi kaitan dan interaksi satu sama lain. Antara kedua kegiatan itu saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain.
Agar kita memiliki pedoman yang lebih luas tentang mengajar maka sebaiknya kita mencoba membahas pengertian mengajar itu bersumber dari empat pendapat yang kita pandang sebagai pendapat yang lebih menonjol.

Mengajar ialah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau murid di sekolah. Implikasi  dari pengertian tersebut antara lain sebagai berikut.
Pengajaran adalah suatu proses penyampaian
Penguasaan pengetahuan adalah tujuan utama
Guru dianggap paling kuasa
Murid selalu bertindak sebagai penerima
Pengajaran  hanya berlangsung di ruangan kelas
Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah. Implikasi dari rumusan ini adalah sebagai berikut.
Pendidikan bertujuan manusia berbudaya
Pengajaran berarti suatu proses pewarisan
Bahan pengajaran bersumber dari kebudayaan
Siswa adalah generasi muda sebagai ahli waris
Mengajar adalah usaha mengorganisasilingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa. Implikasinya adalah sebagai berikut:
Pendidikan bertujuan mengembangkan atau mengubah tingkah laku siswa.
Kegiatan pengajaran adalah dalam mengorganisasi lingkungan.
Siswa di pandang sebagai suatu organism yang hidup.
Mengajar atau mendidik itu adalah memberikan bimbingan belajar bagi murid.
Mengajar adalah kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga Negara yang baik sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Mengajar adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dari keenam kriteria tersebut dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kegiatan mengajar/mendidik itu memang sangat kompleks. Pandangan tentang pengajaran terus-menerus berkembang dan mengalami kemajuan. Tingkat kemajuan tersebut dapat kita lihat dalam uraian sebagai berikut;
a). Pengajaran maksudnya sama dengan kegiatan mengajar
b). Pengajaran adalah interaksi belajar mengajar
c). Pengajaran sebagai suatu system
d) Pengajaran identik dengan pendidikan
 Pengertian Tasawuf
Tasawuf mempunyai pengertian membersihkan diri(takhalli) dari sesuatu yang hina, dan menghiasinya dengan sesuatu yang baik untuk mencapai tingkat yang lebih dekat dengan Allah atau sampai pada maqam yang tinggi. Pengertian ini dapat di rangkum kembali dalam satu kata, yaitu takwa pada kedudukan yang paling tinggi, baik lahir maupun batin.
Tasawuf  merupakan  cara  Islami  untuk  mengangkat  jiwa,  yaitu
melepaskan ruh naik mengungguli diri, dan merupakan tempat berakhirnya
kemanusiaan dan bermulanya rahasia- rahasia langit.
Pengertian lain dari tasawuf adalah jalan menuju kedekatan pada Allah SWT dengan cara melepaskan diri dari segala sesuatu yang
rendah dan hina dan berpegang teguh kepada Sunah Rasul Saw.
Dan tasawuf juga dikenal sebagai uasaha untuk membangun manusia dalam hal tutur kata, perbuatan, serta gerak hati yang baik dalam sekala kecil, yaitu pribadi atau dalam skala yang lebih besar dengan
menjadikan Allah SWT sebagai dasar dari semua itu.

a. Secara Lughowi
Dalam mengajukan teori tentang pengertian tasawuf, baik secara etimologi maupun istilah, para ahli berbeda pendapat. Secara etimologi, pengertian tasawuf terdiri atas beberapa macam pengertian seperti di bawah ini.
Pertama, tasawuf berasal dari istilah yang di konotasikan dengan “ahlus suffah” (اَهْلُ الصُّفَّةْ), yang berarti sekelompok orang pada masa Rosulullah SAW. Yang hidupnya diisi dengan banyak berdiam di serambi-serambi masjid, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Kedua, tasawuf itu berasal dari kata shaffa (صَفًّا). Kata shaffa ini berbentuk fi’il mabni majhul sehingga menjadi isim mulhaq dengan huruf ya’ nisbah, yang berarti nama bagi orang-orang yang “bersih” atau “suci.” Maksudnya adalah orang-orang yang menyucikan dirinya di hadapan Tuhan-Nya.
Ketiga, ada yang mengatakan bahwa istilah tasawuf berasal dri kata shaf (صَفْ). Makna shaff ini dinisbahkan kepada orang-orang yang ketika sholat selalu berada di saf bagian depan.
Keempat, ada yang mengatakan bahwa tasawuf dinisbahkan kepada orang-orang dari Bani Suffah
Kelima, tasawuf ada yang menisbahkan dengan kata istilah bahasa Grik atau Yunani “saufi” (سَوْفِى). Istilah ini disamakan maknanya dengan kata “hikmah” (حِكْمَةٌ), yang berarti kebijaksanaan.
Keenam, tasawuf   berasal dari kata shaufanah, yaitu sebangsa buah-buahan kecil yang berbulu-bulu, yang banyak tumbuh di padang pasir di tanah Arab, ini dilihat dari pakaian kaum sufi itu berbulu-bulu seperti buah itu pula, dalam kesederhanaannya.
Ketujuh, ada yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata “shuf” (صُوْفٌ) yang berarti bulu domba atau wol.
b. Secara istilahi
Pengertian tasawuf secara istilah, telah banyak di formulasikan oleh para ahli yang satu dan lainnya berbeda, sesuai dengan seleranya masing-masing.
Ketika ditanya tentang tasawuf, Al-jurairi menjawab,
اَلُّدُخُوْلُ فِىْ خُلُقِ سُنِّى وَالْخُرُوْجُ مِنْ كُلِّ خُلُقٍ دَنَوِيٍّ


Artinya:
“Memasuki ke dalam segala budi (akhlaq) yang bersifat sunni, dan keluar dari budi pekerti yang rendah”
Aljunaidi memberikan rumusan tentang tasawuf sebagai berikut:

هُوَ أَنْ يُمِيْتُكَ الْحَقَّ عَنْكَ وَيُحْيِيْكَ بِهِ
Artinya:
“(Tasawuf) adalah bahwa yang Hak adalah yang mematikanmu, dan Haklah yang menghidupkanmu.”
Muhammad Ali Al-Qossab memberikan ulasan sebagai berikut, ”Tasawuf adalah akhlaq yang mulia, yang timbul pada masa yang mulia dari seorang Guru yang mulia di tengah-tengah kaumnya yang mulia”.
Dari semua ungkapan itu, lebih utama manakala kita menyimak apa yang telah disimpulkan oleh Al-junaidi sebaagai berikut, ”Tasawuf adalah membersihkan hati dari apa yang menggangu perasaan kebanyakan mahluk, berjuang menanggalkan budi yang asal (instink) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan dari hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, dan bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat kepada semua umat manusia, memegang teguh janji dengan Allah SWT, dalam hakikat dan mengikuti contoh Rosulullah SAW, dalam hal syariat”.
Dari semua keterangan itu, dapat disimpulkan bahwa, “ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari tentang usaha membersihkan hati dan diri dari segala macam sifat-sifat yang tercela, memerangi hawa nafsu, menjauhi dunia, mengikuti ajaran syariat Rosulullah SAW, dengan tujuan mencari Ridho Allah SWT, dan ibadahnya tanpa mengharap pahala atau bisa dikatakan benar-benar karena Allah”
B.  Dasar, Tujuan Tasawuf
Dewasa ini, kajian tentang tasawuf semakin banyak diminati orang. Sebagai bukti, misalnya, semakin banyaknya buku yang membahas tasawuf yang banyak kita temui telah mengisi berbagai perpustakaan terutama di Negara-negara yang berpenduduk muslim, juga Negara-negara barat sekalipun mayoritas masyarakatnya nonmuslim. Ini menjadi salah satu alas an tingginya ketertarikan mereka terhadap tasawuf.
Ajaran tasawuf pada dasarnya konsentrasi pada kehidupan rohaniyah, mendekatkan diri kepada Tuhan melalui berbagai kegiatan kerohanian seperti pembersihan hati, zikir, ibadah, lainya serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tasawuf juga mempunyai identitas sendiri dimana orang- orang yang menekuninyan tidak menaruh perhatian yang besar pad kehidupan dunia bahkan memutuskan hubungan dengannya. Disamping itu, tasawuf didominasi oleh ajaran- ajaran seperti khauf dan raja’, al taubah, al- zuhud, al- tawakkul, al- syukr, ak- shabr, al-ridha ,al-ikhlas, mahabbah dan lainya yang tujuan akhirnya fana atau hilang identitas diri dengan kekekalan(baqa) Tuhan dalam mencapai ma’rifah (pengenalan hati yang dalam akan Tuhan).
Kecenderungan-kecenderungan tersebut menuntut harus adanya pengkajian yang lebih mendalam dan proposional tentang tasawuf. Untuk itu perlu dijelaskan tentang dasar-dasar atau landasan yang kuat tentang tasawuf, yang mana dasar-dasar atau landasan-landasan yang di maksud disini adalah landasan-landasan naqli yang bersumber dari Al-quran dan Al-hadis tentang tasawuf.


Dasar- Dasar Pengajaran Tasawuf
Dasar- Dasar Ajaran Tasawuf  dalam Al-Qur’an
Al-quran merupakan kitab Allah yang di dalamnya terkadung ajaran-ajaran islam, baik akidah, syariat,muamalah, hakikat, dan ma’rifat. Dan untuk mencapai kesemuamya itu manusia harus senantiasa bertobat kepada Allah SWT, seperti firman Allah:
((((((((((( ((((((((( (((((((((( ((((((((( ((((( (((( (((((((( (((((((( (((((( (((((((( ((( ((((((((( ((((((( (((((((((((((( (((((((((((((( ((((((( ((((((( ((( ((((((((( ((((((((((( (((((( (( ((((((( (((( ((((((((( ((((((((((( (((((((((( ((((((( ( ((((((((( (((((((( (((((( ((((((((((( ((((((((((((((((( (((((((((( (((((((( (((((((( ((((( (((((((( (((((((((( (((((( ( (((((( (((((( ((((( (((((( ((((((( (((
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Q.s. At-tahrim [66];8).
Allah SWT. Pun menjelaskan kedekatan manusia dengan-Nya, seperti disitir dalam firmanya:

((((((( (((((((( (((((((( (((((( (((((((( ((((((( ( ((((((( (((((((( (((((((( ((((( ((((((( ( (((((((((((((((((( ((( ((((((((((((((( ((( (((((((((( ((((((((((( (((((
Artinya:Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran (Q.S. Al-Baqoroh [2]: 186).
Lebih dari itu, pada ayat 16 surat Qaf, Allah SWT, menjelaskan:
(((((((( ((((((((( (((((((((( (((((((((( ((( (((((((((( ((((( ((((((((( ( (((((((( (((((((( (((((((( (((( (((((( ((((((((((( ((((   (
Artinya:“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,”(Q.S. Qaf [50]: 16).
Al-Quran pun mengingatkan manusia agar tidak di perbudak oleh kehidupan duniawi dan kemewahan harta benda yang menggiurkan. Hal ini sebagaimana di firmankan Allah SWT:

((((((((((( (((((((( (((( (((((( (((( (((( ( (((( (((((((((((( (((((((((((( (((((((((( ( (((( ((((((((((( (((((( ((((((((((( (((
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah (QS.Fathir(35): 5).
Selanjutnya kalau kita teliti lebih mendalam semua tingkatan dan keadaan yang di lalui para sufi (yang pada dasarnya merupakan objek tasawuf), banyak di temukan landasanya dalam Al-quran . berikut ini akan kami kemukakan ayat – ayat al-quran yang menjadi landasan sebagai tingkatan dan keadaan para sufi.
Tingkatan zuhud, misalnya (yang diklaim sebagai awal mula beranjaknya tasawuf), telah dijelaskan dalam Al-Quran:
………… (((( ((((((( (((((((((( ((((((( (((((((((((( (((((( ((((((( (((((((( .........
Artinya :“...Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa....”  (Q.S An-Nisa’ [4]; 77).
Sementara tingkatan taqwa berlandaskan pada firman Allah SWT:
((((((((((( (((((((( ((((( (((((((((((( (((( (((((( ((((((((( ((((((((((((((( (((((((( (((((((((((( ((((((((((((((( ( (((( (((((((((((( ((((( (((( ((((((((((( ( (((( (((( ((((((( ((((((( ((((
Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Al-Hujurat, (49) : 13).
Demikianlah sebagian ayat Al-Quran yang dijadikan sebagai landasan kaum sufi dalam melaksanakan praktik-praktik kesufianya.
Dasar- Dasar Ajaran Tasawuf  dalam Sunah Rasulullah S.A.W
Sejalan apa yang disitir dalam Al Quran, sebagaimana dijelaskan diatas, ternyata tasawuf juga dapat dilihat dalam kerangka hadits. Hadits-hadits yang menjadi dasar dalam ajaran tasawuf sangatlah banyak. Umumnya yang dinyatakan sebagai landasan ajaran-ajaran tasawuf adalah Hadits-hadits berikut.
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلاَلٍ ، حَدَّثَنِي شَرِيكُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي نَمِرٍ ، عَنْ عَطَاءٍ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ.
Artinya: Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin 'Utsman bin Karamah telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad, telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal telah menceritakan kepadaku Syarik bin Abdullah bin Abi Namir dari 'Atha` dari Abu Hurairah yang berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Allah berfirman : " Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan, jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan sunnah, maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta kepada-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-KU, pasti Ku-lindungi. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya.
Hadits di atas memberi petunjuk bahwa manusia dan Tuhan dapat bersatu. Diri manusia dapat melebur dalam diri Tuhan, yang selanjutnya dikenal dengan istilah fana’, yaitu fana’nya makhluk sebagai mencintai  kepada Tuhan sebagai yang dicintainya. Maksudnya, pernyataan bahwa Allah akan menjadi pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki hamba yang dicintaiNya merupakan majaz untuk menjelaskan pertolongan Allah.
Dalam sebuah hadis lain Rosululloh SAW bersabda;
حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ أَبِي السَّفَرِ ، حَدَّثَنَا شِهَابُ بْنُ عَبَّادٍ ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ عَمْرٍو الْقُرَشِيُّ ، عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ ، قَالَ : أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ رَجُلٌ ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ ، دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِي اللَّهُ وَأَحَبَّنِي النَّاسُ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ : ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ ، وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاس.
Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Abu 'Ubaidah bin Abu As Safar] telah menceritakan kepada kami [Syihab bin 'Abbad] telah menceritakan kepada kami [Khalid bin 'Amru Al Qurasyi] dari [Sufyan Ats Tsauri] dari [Abu Hazim] dari [Sahl bin Sa'd As Sa'idi] dia berkata, "Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata, "Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang jika aku kerjakan maka Allah dan seluruh manusia akan mencintaiku." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berlakulah zuhud dalam urusan dunia niscaya kamu akan dicintai Allah, dan zuhudlah kamu terhadap apa yang dimiliki orang lain niscaya kamu akan dicintai orang-orang."
Dalam hadits ini menjelaskan tentang dasar dari cabang tasawuf yaitu sifat zuhud. Sifat zuhud adalah salah satu sifat para sufi yang sangat menonjol. Karena pengertian zuhud adalah mengambil bagian kehidupan duniawi hanya sekedar keperluan, bukan untuk bersenang-senang semata.
Selanjutnya, dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW juga terdapat petunjuk yang menggambarkan bahwa beliau adalah seorang sufi. Nabi Muhammad SAW telah melakukan pengasingan diri ke Goa hiro’, menjelang datangnya wahyu. Beliau  menjauhi pola hidup kebendaan ketika orang Arab tengah tenggelam di dalamnya, seperti dalam praktik perdagangan yang di dasarekan pada prinsip menghalalkan segala cara.
Di kalangan sahabat pun terdapat orang yang mengikuti praktik bertasawuf, sebagaimana yang telah dipraktikkan Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar Shiddiq misalnya, pernah berkata,”aku mendapatkan kemulyaan dalam ketaqwaan, ke-fana-an dalam keagungan, dan kerendahan hati.
Uraian dasar- dasar tasawuf ini, baik Al-Quran, Al-Hadis, maupun teladan dari para sahabat, ternyata merupakan benih-benih tasawuf dalam kedudukanya sebagai ilmu tentang tingkatan (maqomat) dan keadaan (ahwal). Dengan kata lain, ilmu tentang moral dan tingkah laku manusia terdapat rujukannya dalam Al-Qur’an. Dari sini jelaslah bahwa pertumbuhan pertamanya, tasawuf ternyata ditimba dari sumber Al-Quran.
Tujuan Pengajaran Tasawuf
Menurut A. Rivay Siregar, secara umum tujuan terpenting dari sufi adalah berada sedakat mungkin dengan Allah. Akan tetapi, apabila memperhatikan karakteristik tasawuf secara umum terlihat adanya tiga sasaran “antara” dari tasawuf, yaitu sebagai berikut.
Pertama, tasawuf yang bertujuan pembinaan aspek moral. Aspek ini meliputi mewujudkan kesetabilan jiwa yang berkesinambungan, penguasaan dan pengendalian hawa nafsu sehingga manusia konsisten kepada keluhuran moral. Tasawuf yang bertujuan moralitas ini umumnya bersifat praktis.
Kedua, tasawuf yang bertujuan ma’rifatulloh melalui penyingkapan langsung ataun metode kasy al-hijab. Tasawuf jenis ini sudah bersifat teoritis dengan seperangkat pengetahuan khusus yang di formulasikan secara sistematis-analistis.
Ketiga, tasawuf yang bertujuan membahas bagaimana sistim penganalan dan pendekatan diri kepada Allah secara mistisfilosofis, pengkajian garis hubungan antara Tuhan dan mahkhluk-terutama hubungan manusia denganTuhan dan apa arti dekat dengan-Nya. Mengenal makna dekat dengan Tuhan, terdapat tiga simbol, yaitu (a) dekat dalam arti melihat dan merasakan Tuhan dalam hati; (b) dekat dalam arti berujumpa dengan Tuhan sejhingga terjadi dialog antara manusia dan Dia; (c) makna dekat dalam arti penyatuan manusia dengan Tuhan sehingga yang terjadi adalah monolog antara manusia yang telah menyatu dalam iradat-Nya.
Dari uraian singkat tentang tujuan sufisme ini terlihat adanya keragaman tujuan itu. Dapat dirumuskan bahwa tujuan akhir dari sufisme adalah etika murni atas psikologi murni dan atau keduanya secara bersamaan, yaitu (a) penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak mutlak Tuhan, karena Dia-lah penggerak utama dari semua kejadian di alam ini; dan (b) penanggalan secara total semua keinginan pribadi dan melepas diri dari sifat-sifat buruk yang berkenaan dengan kehidupan duniawi yang diistilahkan sebagai fana’ al-ma’ashi dan baqa’ ath-tha’ah serta pemusatan diri pada perenungan terhadap Tuhan semata, tiada yang dicari kecuali Dia- illahi anta maqsudi wa ridhoka mathlubi.
Menurut Dr. Mustafa Zahri, tujuan tasawuf adalah fana untuk mencapai ma’rifat. Arti fana ialah meniadakan diri supaya ada. Definisi ini secara filosofis . sementara itu secara tasawuf, fana ialah leburnya pribadi pada kebaqaan Allah, di mana perasaan keinsanan lenyap diliputi rasa ketuhanan dalam keadaan mana, semua rahasia yang menutup diri dengan Al-Haqqu Ta’ala tersingkap kasyaf. Ketika itu antara diri dan Allah menjadi satu dalam baqanya tanpa hulul/berpadu dan tanpa ittihad/bersatu abid dan ma’bud dalam pengertian seolah-olah manusia dan Tuhan sama.
C. Materi Pengajaran Tasawuf
1. Tasawuf Akhlaki
Tasawuf akhlaki adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku secara ketat, guna mencapai kebahagiaan yang optimal. Manusia harus mengidentifikasikan eksistensi dirinya dengan ciri-ciri ketuhanan melalui penyucian jiwa dan raga. Sebelumnya, dilakukan terlbih dahulu pembentukan pribadi yang berakhlak mulia. Tahapan-tahapan itu dalam ilmu tasawuf dikenal dengan takhalli (pengosongan diri dari sifat-sifat tercela), tahalli (menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji), dan tajalli (terungkapnya nur ghoib bagi hati yang telah bersih sehingga mampu menangkap cahaya ketuhanan).
Takhalli
Takhalli, berarti membersihkan diri dari sifat- sifat tercela, dari maksiat lahir dan maksiat batin. Takhalli juga be5rarti mengosongkan diri dari akhlak tercela. Salah satu akhlak tercela yang paling banyak menyebabkan timbulnya akhlak tercela lainnya adalah ketergantungan pada kenikmatan duniawi. Hal ini dapat dicapai dengan jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam segala benrtuk dan berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsu.
Takhalli juga berarti membersihkan diri dari sifat- sifat tercela, dari maksiat lahir dan maksiat batin. Di antara sifat- sifat tercela yang mengotori jiwa (hati)manusia adalah hasad (dengki), hiqd (rasa mendongkol), su’u al-dzann (buruk sangka), takkabur (sombong), ‘ujub (membanggakan diri), riya’ (pamer), bukhl (kikir), dan ghadab (pemarah).
Sementara itu, kelompok sufi yang ekstrem berkeyakinan bahwa kehidupan duniawi merupakan racun pembunuh kelangsungan cita-cita sufi. Persoalan duniawi adalah penghalang perjalanan, karena itu, nafsu yang bertendensi duniawi harus “dimatikan” agar manusia bebas berjalan menuju tujuan, yaitu memperoleh kebahagiaan spiritual yang hakiki. Bagi mereka, cara memperoleh keridhaan Tuhan tidak sama dengan cara memperoleh kenikmatan material. Pengingkaran ego dengan cara meresapkan diri pada kemauan Tuhan merupakan perbuatan utama.


Tahalli
Tahalli ialah upaya menghiasi diri dengan akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela.
Tahalli,  yakni  mensucikan  diri  dengan  sifat-  sifat  terpuji, dengan ta’at lahir dan taat batin.Menurut Al-Ghazali, jiwa manusia dapat diubah,dilatih, dikuasai, dibentuk sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri. Perbuiatan baik yang sangat penting diisikan kedalam jiwa manusia dan di biasakan dalam perbuatan agar menjadi manusia paripurna (insan kamil).
Tajalli
Tajalli ialah hilangnya hijab dari sifat-sifat ke-basyariah-an (kemanusiaan), jelasnya nur yang dulunya ghaib, dan fananya segala sesuatu ketika tampaknya wajah Allah.
Jalan menuju Allah menurut kaum sufi terdiri atas dua usaha, pertama mulazamah, yaitu selalu berzikir. Kedua, mukhalafah, yaitu selalu menghindarkan diri dari segala sesuatu yang dapat melupakan-Nya. Keadaan ini dinamakan safar kepada Tuhan.
Tasawuf A’mali
Sebenarnya tasawuf a’mali adalah kelanjutan dari tasawuf akhlak karena seseorang tidak bisa hidup didekat Allah hanya mengandalkan amalan yang ia kerjakan sebelum ia membersihkan dirinya. Jiwa yang bersih merupakan syarat utama untuk bisa kembali kepada Tuhan, karena Dia adalah Bersih dan Suci dan hanya menginginkan atau menerima orang-orang yang bersih.
Kaum sufi membagi ajaran agama kepada ilmu lahiriah dan batiniah. Oleh karena itu, cara memahami dan mengamalkanya juga harus melalui aspek lahir dan batin. Kedua aspek yang terkandung dalam ilmu agama tersebut oleh kaum sufi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu;
a). Syari’ah
Syari’ah artinya undang- undang atau garis- garis yang telah ditentukan termasuk di dalamnya hukum- hukum halal dan haram, yang diperintah dan dilarang, sunnah, makruh, serta mubah. Syari’ah dipandang oleh kaum sufi sebagai ajaran Islam yang bersifat lahir. Karena itu, mengerjakan syari’at berarti mengerjakan amalan-amalan yang lahir (fisik) dari ajaran atau hukum-hukum agama, seperti shalat, puasa, zaakat, haji, berjihad di jalan Allah, dan menuntut ilmu pengetahuan. Tegasnya, syari’ah adalah segala peraturan yang bersumber dari Alquran dan hadis.
Menurut kaum sufi, syari’ah sebagai amalan-amalan lahir yang difardhukan dalam agama yang dikenal dengan rukun islam dan segala hal yang berhubungan dengan itu bersumber dari Alqur’an dan hadis. Oleh karena itu, bagi seorang yang ingin memasuki dunia tasawuf harus terlebih dahulu mengetahui secara mendalam tentang isi ajaran Al;quran dan hadis yang dimulai dengan amal lahir, baik yang wajib maupun sunnah.
b). Thariqoh
Dalam melaksanakan syari’ah tersebut, harus berdasarkan tata cara yang telah digariskan dalam agama dan dilakukan karena penghambaan diri kepada Allah, kecintaan kepada Allah, dan ingin berjumpa dengan-Nya. Perjalanan menuju kepada Allah itulah yang mereka maksud thariqah. Perjalanan ini sudah mulai bersifat batiniah, yaitu amalan lahir yang disertai amalan batin.
 Firman Allah;
(((((((( (((((((((((((( ((((( (((((((((((( (((((((((((((( (((((( ((((((( ((((
Artinya : Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan Lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).(QS. AL-Jinn (72):16).
Menempuh thariqah untuk membuka rahasia dan menyingkap dining tersebut, kaum sufi mengadakan kegiatan batin mlalui riyadhah (latihan) dan mujahadah (perjuangan) rohani yang cukup panjang. Jelaslah bahwa thariqah ialah sistem atau metode untuk mengenal dan merasakan adanya Tuhan, yaitu seseorang dapat melihat Tuhannya dengan mata hatinya.
c). Haqiqah
Haqiqah secara etimologi berarti inti sesuatu, puncak atau sumber asal dari sesuatu. Dalam dunia sufi, haqiqah diartikan sebagai aspek lain dari syari’ah yang bersifat lahiriah, yaitu aspek batiniah. Dengan demikian haqiqah dapat diartikan sebagai rahasia yang paling dalam dari segala amal, inti dari syari’ah, dan ahir dari perjalanan yang ditempuh oleh seorang sufi.
Menurut keyakinan kaum sufi haqiqah itu dapat dicapai setelah seseorang memperoleh ma’rifat yang sesungguhnya. Apabila thariqah telah dijalani dengan segenap kesungguhan dan setia memegang segala syarat dan rukunnya, tentu bertemulah dengan haqiqah. Mulanya tercapailah kasyaf, yaitu terbuka “rahasia” yang selama ini tertutup dinding yang ada antara kita dan Tuhan. Dindimg tebal yang memisahkan kita dengan Dia adalah hawa nafsu dan kecenderungan duniawi. Itulah gunanya tajrrud, melepaskan ikatan atas diri.
d). Ma’rifah
Ma’rifah secara etimologi berarti pengetahuan atau pengenalan. Dal;am istilah sufi, ma’rifah itu diartikan sebagai pengetahuan mengenal Tuhan melalui hati (qolb). Pengetahuan itu sedemikian lengkap dan jelas sehingga jiwanya merasa menyatu dengan yang diketahuinya itu.
Pada prinsipnya yang dimaksud dengan ma’rifah, yaitu mengenal Allah. Ini merupakan “tujuan utama” dalam ilmu tasawuf, yaitu mengenal Allah dengan sebenar-benarnya dan sedekat-dekatnya.
Allah berfirman :
(((((((( ((((( (((( (( ((((((( (((( (((((( ((((((((((((( (((((((( ((((((((((( (((((((((( ((((
 Artinya ; Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.(QS. Thaha (20):14).
Ma’rifatullah dapat dicapai dengan melakukan syari’ah, menempuh thariqah, dan memperoleh hakikat. Apabila syari’ah dan haqiqah itu dapat dikuasai, timbullah haqiqah yang tidak lain daripada perbaikan keadaan (ahwal), sedangkan tujuan akhir ma’rifah, yaitu mengenal Allah dan mencintai-Nya dengan sesungguhnya.
3.  Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi yaitu taswuf yang ajaran-ajaranya memadukan antara visi intuitif dan visi rasional. Terminologi falsafi yang di gunakan berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya, namun orisinilitasnya sebagai tasawuf tidak hilang. Walaupun demikian, tasawuf falsafi tidak dapat dipandang sebagai filsafat,  karena ajaran dan metodenya didasarkan pada ras (dzauq). Selain itu, tasawuf ini tidak pula dapat dikategorikan pada tasawuf (yang murni) karena sering diungkapkan dengan bahasa filsafat.
Berkembangnya tasawuf sebagai latihan untuk merealisasikan kesucian batin dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Allah, menarik perhatian para pemikir muslim yang berlatar belakang teologi dan filsafat. Dari kelompok inilah tampil sejumlah sufi yang filosofis atau filsuf yang sufis. Tasawuf mereka disebut tasawuf falsafi, yaitu tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. Ajaran filsafat yang banyak dipergunakan adalah emansi Neo-Plathonisme dalam semua variasinya. Di katakan falsafi, sebab konteksnya sudah memasuki wilayah ontologi (ilmu kaun), yaitu hubungan Allah dengan alam semesta. Dengan demikian, wajarlah jika jenis tasawuf ini berbicara masalah emanasi (faidh), inkarnasionisme (hulul), persatuan roh Tuhan dengan roh manusia (ittihad), dan keesaan (wahdah).
D. Metode Pengajaran Tasawuf
Tasawuf adalah usaha membersihkan diri dan membersihkan hati, dan pada dasarnya ilmu tasawuf dalam materinya membahas  tentang soal-soal yang bertalian dengan akhlak dan budi pekerti, bertalian dengan sifat-sifat terpuji yang berhubungan dengan hati serta bertujuan agar manusia mampu beribadah hanya karena Allah atau mengharap ridho Allah. Dan metode yang digunakan dalam pengajaran tasawuf juga bermacam-macam caranya, diantaranya yaitu :
Metode Manajemen Qolbu Melalui Kajian Kitab Salaf
Manajemen qolbu atau manajemen menata hati bertujuan membentuk manusia berhati ikhlas, berpandangan positif, dan selalu menata hati berdasarkan keimanan kepada Allah Swt.
Manajemen qolbu semacam ini biasanya sering diterapkan dalam lingkungan Pondok Pesantren, yaitu dengan diajarkannya kitab-kitab yang didalamnya mengajarkan tentang tasawuf.
Menurut Imam Ghozali, sesungguhnya suatu perkara yang dapat mengingatkan seorang hamba untuk selalu beribadah kepada Allah SWT adalah kemauan yang kuat dan pertolongan dari Allah SWT.
Firman Allah :
((((((( (((((( (((( ((((((((( ((((((((((( (((((( (((((( ((((( (((( (((((((( ( (((((((( (((((((((((((( (((((((((( (((( (((((( (((( ( (((((((((((( ((( ((((((( ((((((( ((((
 Artinya ; Maka Apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata.(QS. Azzumar (39), :22).
Maksud dari pertolongan Allah disini yaitu, apabila didalam hati manusia sudah diberikan rasa bahwa didalam dirinya terdapat Dzat yang telah memberikan nikmat dengan beberapa nikmat seperti hidup, kekuatan, akal, dan masih banyak lagi nikmat-nikmat yang lain. Maka dalam hati manusia tersebut akan tertanam rasa ada kewajiban untuk bersyukur dan ta’at kepada Dzat yang telah memberikan nikmat tersebut, karena jika sampai lupa terhadap kewajiban itu maka akan dihilangkan nikmat-nikmat tersebut, dan Dzat yang memberikan nikmat tersebut akan mengganti nikmat-nikmat itu dengan siksa.
Dengan demikian, jika manusia sudah sadar akan hal itu, manusia akan selalu berusaha untuk membersihkan hatinya dan akan selalu bersyukur serta beribadah kepada Allah SWT. Sehingga dengan ibadah tersebut hati manusia akan semakin bersih dan semakin bercahaya.
Metode Dzikir
Dzikir adalah yang baik daya ingatnya, menurut istilah dzikir adalah mengingat Allah SWT dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Firman Allah :
((((((((((((((( (((((((((((( ((((((((((((( ((( (((( ((((((((((( (((((
Artinya ; Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.(Al-baqarah, (02): 152).
Ada dua cara penyampaian zikir di kalangan para sufi yaitu, zikir lisan dan zikir kalbu. Yang paling utama diantara kedua cara tersebut adalah dengan dzikir melalui lisan dan hati. Akan tetapi, jika ingin meringkasnya yang paling utama adalah dzikir dengan menggunakan hati.
E. Pelaksanaan Pengajaran Tasawuf
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa yang diajarkan tasawuf tidak lain adalah bagaimana menyembah Tuhan dalam suatu keadaan sadar yang penuh. Bahwa pelaku berada didekat-Nya sehingga melihat-Nya (ma’rifat) untuk mencapai hal tersebut, membutuhkan latihan rohani dan perjuangan panjang. Dalam ajaran tasawuf, gerak mengarah kepada pendekatan diri terhadap Tuhan dalam usaha mencapai ma’rifat disebut suluk. Oleh karena itu, seorang sufi jika ingin sampai ke derajat ma’rifat harus melalui beberapa kiat, yaitu :
Belajar Syariat (Ilmu Agama)
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu, agar manusia itu bisa benar-benar murni beribadah karena Allah manusia harus belajar bagaimana cara beribadah tersebut.
Nabi Muhammad SAW bersabda :
اَلْعِلْمُ اِمَامُ الْعَمَلْ وَالْعَمَلُ تَابعُهً
Ilmu adalah imamnya amal dan amal adalah yang mengikutunya
Dari hadis diatas sudah jelaslah bahwa belajar mencari ilmu itu lebih didahulukan daripada ibadah. Karena dengan mencari ilmu kita akan berhasil dalam ibadah dan dengan ilmu kita dapat mengetahui bagaimana dan tata cara beribadah dengan benar.
Taubat
Maqam taubat adalah asas dan tiang segala maqam dan kunci segala ahwal. Tobat merupakan kesadaran hati terhadap kelalaian diri dan memandang diri dalam keadaan yang serba kurang karena tercemar pelbagai dosa.
Taubat adalah kiat yang pertama yang harus dilalui oleh seorang yang menempuh jalan tasawuf. Taubat menurut bahasa adalah مُطْلَقُ الرُّجُوْعِ, sedangkan taubat menurut istilah adalah meninggalkan perkara yang dibenci oleh syara’ dan kembali kepada perkara yang dipuji oleh syara’.
Syarat-syarat taubat :
Meninggalkan perbuatan dosa dan memurnikan hati serta berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengulangi dosa yang pernah dilakukan.
Menyesali dosa yang pernah dilakukan .
Menanggalkan perbuatan dosa
Membebaskan diri  dari hak-hak anak adam.
Sedangkan Al-Palembani mengklasifisikan At-Taubah menjadi tiga bagian.
At-Taubah bagi orang awam, yaitu menyesali dan meninggalkan dosa-dosa lahir, seperti pembunuhan, zina, pencurian, dan sebagainya.
At-Taubah bagi orang khawash, yaitu menyesali dan meninggalkan dosa-dosa batin, seperti kesombongan, keangkuhan, dengki, dan sebagainya.
At-Taubah bagi orang Khawwash Al-Khawwash, yaitu menyesali dan meninggalkan perbuatan lalai dari dzikir karena keistimewaan golongan ini adalahbahwa dari ibadah mereka hatinya selalu uingat Allah SWT setiap saat.
Zuhud
Yang dimaksud dengan zuhud adalah meninggalkan keinginan kepada sesuatu karena mengikuti keinginan lain kepada sesuatu yang lebih baik.
Secara etimologi, zuhud berarti ragaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkanya. Zahada fiddunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Orang yang melakukan zuhud disebut zahid, zuhhad atau zahidun. Zahidah jamaknya zuhdan, artinya kecil atau sedikit.
Berbicara tentang arti zuhud secara terminologis, maka tidak bisa dilepaskan dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tasawuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam dan gerakan protes. Apabila tasawuf diartikan  adanya kesadaran dan komunikasi langsung antara manusia dengan Tuhan sebagai perwujudan ihsan, maka zuhud merupakan suatu stasiun (maqam) menuju tercapainya ”perjumpaan” atau “ma’rifat” kepada-Nya.
Kata zuhud hanya disebut sekali dalam Alquran, yakni dalam ayat yang berbunyi sebagai berikut :
(((((((((( (((((((( (((((( ((((((((( ((((((((((( (((((((((( ((((( (((( ((((((((((((( ((((
Artinya : Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, Yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf (QS. Yusuf (12) : 20).
Sedangkan dasar kehidupan zuhud di dalam ajaran Islam ialah ayat Alquuran yang berbuunyi :
(((((((((((( ((((((( (((((((((((( (((((((((( (((((( (((((((( ((((((((( ((((((((((( (((((((((( ((((((((((( ((( ((((((((((( ((((((((((((( ( (((((((( (((((( (((((((( ((((((((((( (((((((((( (((( ((((((( ((((((((( ((((((((( (((( ((((((( (((((((( ( ((((( (((((((((( ((((((( ((((((( (((((((((((( ((((( (((( ((((((((((( ( ((((( (((((((((((( ((((((((((( (((( ((((((( ((((((((((( ((((
Artuinya : Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu(QS. Al-Hadid (57): 20).
Ihlas
Ihlas (tulus-murni), bersih dan terbebas dari tujuan selain Allah. ketuluusan dan kesuucian niat.
Ketulusan dalam mengabdi kepada Tuhan dengan segenap hati, pikiran dan jiwa seseorang. Dalam pandangan Islam, ihlas merupakan pengukuhan darui konsep keesaan Tuhan. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam ungkapan syahadah “اَشْهَدُ اَنْ لَّااِلَهَ اِلَّاالله”. Bahwa realisasi syahadah merupakan tujuan utama kehidupan spiritual. Ungkapan utama dalam syahadah membuahkan pengingkaran terhadap syirik dalam jiwa seseorang, yakni dosa penyekutuan alam terhadap Tuhan.
Menurut ulama ikhlas ada dua, yaitu keihlasan beramal dan keihlasan mencari pahala. Keikhlasan beramal adalah keinginan mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengagungkan ihwal-Nya dan menyambut seruan-Nya. Adapun mendorong itu adalah keyakinan yang benar. Lawan dari keikhlasan beramal adalah kemunafikan (nifaq).
Adapun keihlasan mencari pahala adalah keinginan memperoleh manfaat ahirat dengan amal kebajikan, lawan darui keikhlasan ini adalah riya’. Riya’ adalah keinginan memperoleh manfaat dunia dengan amalan ahirat, baik diinginkan dari Allah maupun manusia.
Tawakal
Yang dimaksud dengan tawakkal dalam pengertian sebagian sufi adalah”mencampakkan badan dalam ‘ubudiyyah”, menggantung hati pada rububiyah dan menentramkan hati pada kecukupan, jika diberikan dia bersyukur, dan jika tidak diberikan dia bersabar dan rida terhadap takdir Allah.
Tawakal secara etimologi berasal dari bahasa Arab tawwakul yang berarti bersandar atau mempercayakan diri. Dalam terminologi agama, tawakkal biasa diartikan sebagai sebuah sikap bersandar dan mempercayakan diri kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa.
Firman Allah :
(((( (((( (((((( (((((((((((((((((( (((((
Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya( QS. Ali Imron (03) : 159).
Iman seorang manusia itu tidak akan sempurna tanpa didasari dengan ilmu, budi pekerti, dan amal. Demikian juga dengan tawakkal tidak akan sempurna tanpa didasari dengan ilmu, karena ilmu adalah asal, amal adalah buahnya ilmu, dan budi pekerti adalah tawakal itu sendiri.
Uzlah
Uzlah dapat diartikan dengan menyendiri, menyepi, menghindari atau mengasingkan diri.
Aktivitas uzlah merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan para sufi untuk menyucikan dirinya, diharapkan dengan uzlah kegiatan peribadatanya utidak terganggu dengan lalu-lalangnya kehidupan dan urusan duniawi.
F.  Kajian Tentang Pengajaran Tasawuf
1.  Landasan  Pengajaran Tasawuf Syar’i
Sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu bahwa kata tasawuf mempunyai dua arti:
 Berakhlak dengan segala akhlak yang mulia (mahmudah) dan menghindar diri dari segala macam akhlak yang tercela (mazmumah).
 Hilangnya perhatian seseorang terhadap dirinya sendiri dan hanya ada bersama Allah.
Artian yang pertama biasanya dipakai untuk para sufi yang berbeda pada permulaan jalan, sedangkan yang kedua dipakai untuk para sufi yang telah mencapai tahap akhir dari perjalanan menuju Allah.
Dengan demikian, kedua arti tersebut memeliki arti yang satu dan dalam arti yang berkesinambungan.
Masalah akhlak adalah masalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahir bermacam- macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
Masalah baik dan buruk , terkadang dianggap relative. Persepsi manusai tentangnya sangat beragam. Karena itu, lahir berbagai teori tentangnya. Apa yang menjadi stadart ukuran kebaikan dan keburukanpun tidak sama dalam persepsi manusia. Ada yang menjadikan adat istiadat sebagai tolak ukur. Ada pula kebahagiaan (hedonism), dan bahkan intuis.
Dalam konteks tasawuf dalam artian perbaikan akhlak ada beberapa hal yang mesti diperhatikan agar tetap dalam bingkai syari’at.
Seluruh sifat buruk (mazmumah)yang akan dikikis mesti dari petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah rasulullah SAW.
Seluruh sifat terpuji yang akan ditanamkan juga dari petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.
 Langkah- langkah yang ditempuh dalam proses pembersihan diri dari sifat- sifat tercela dan langkah- langkah yang ditempuh dalam penyemaian sifat- sifat terpuji, termasuk dalam lingkup ijtihadi, akan tetapi mesti dalam bingkai syari’at.
Dengan pengendalian hawa nafsu, bukan dengan membunuh nafsu secara total, sebab nafsu dapat diarahkan kepada hal- hal yang positif, untuk kebaikan diri, keluarga dan masyarakat. Dengan nafsu yang terkendali dengan baik, manusiamengembangkan keturunan. Dengan nafsu yang terkendali, manusia mempertahankan kelangsungan hidupkeluarganya dngan memenuhikebutuhan dan membelakehormatan mereka.
Dengan menanamkan rasa ketidaktergantungan kepada kehidupan dunia, tetapi dengan memperhatikan petunjuk- petunjuk Allah dan Rasul- Nya. Bukan dengan mengisolasikan diri dengan (‘uzlah) untuk selamnya, akan tetapi juga aktif dalam mengurusi keluarga dan jka dapat masyarakat dan bahkan negara.
Dengan memeperbanyak amalan sunat. Jika berbentuk shalat sunat, mesti atas dasar petunjuk Rasulullah. Demikian dalam bentuk puasa sunat, tidak boleh dengan puasa tanpa berbukadalam beberapa hari. Jika dalam bentuk zikir, mesti dalam koridor syari’at, hanya untuk mengingatAllah semata, bukan yang lain.
Dalam  pelaksanaan ibadah-ibadah,mesti terhindar  dari penyimpangan-penyimpangan  yang  dapat  mengarah  kepada penduaan  Tuhan  (syirik).  Dalam  konteks  ini, rabithah  atau wasilah sebaiknya dihindarkan. Demikian juga pengkultusan syaikh mesti dikikis, tetapi bukan berarti tidak menghormati guru. Syaikh, wali atau yang lainya tidak boleah dianggap sebagai sosok yang terkadang melebihi seorang Nabi. Mereka adalah sebagai manusia biasa juga.
Perhatian kepada perbaikan akhlak,tidak boleh mematikan semangat untuk bekerja, beramal berjihaddalam arti yang luas. Rasulullah dan para sahabatnya sangat konsen dengan akhlak mulia tetapi dalam waktu yang sama juga merupakan sosok- sosok yang giat, bersemangatdi dalam urusan dunia dan akhira, meskipun ada sekelompok sahabatyang hanya memfokuskan diri kepada kehidupan kerohanian.
Secara umum, yang mesti ditanamkan adalah akhlak Al- Qur’an, akhlak Nabi SAW adalah Al- Qur’an. Adapun hal- hal yang berhubungan dengan pakaian baik atau buruk, tidak dapat diukur dengan tradisi satu kaum, tetapi dengan petunjuk Al- Qur’an dan Al-Sunah. Seorang dapat menjadi seorang sufi, misalnya, meskipun dia tidak memakai jubah. Ini perlu dikemukakan, karena dmikian ajaran Al- Qur’an dan Sunnah. Disamping itu, agar ajaran tasawuf tidak dianggap sebagai sesuatu yang out- date.
Dalam hal manakah yang lebih baik cara yang ditempuh oleh para sufi atau lainya dalam pembentukan akhlak atau lainya semestinya hanya sebatas wacana, tetapi tidak boleh menjadikan penganut satu faham  merasa lebih baik atau superior dari yang lainya. Sebab hal ini bertentangan dengan ajaran tasawuf itu sendiri.
Kemudian, tasawuf diartikan sebagai hilangnya perhatian seseorang terhadap dirinya sendiri dan hanya ada bersama Allah. Dan inilah yang menjadi tujuan tasawufyang diistilahkan dengan fana’ untuk mencapai ma’rifah. Dalam konteks ini , ada beberapa hal yang mesti diperhatikan agar senantiasa dalam koridor syari’at.
Pertama, mesti diyakina bahwa menurut panduan Al- Qur’an dan Al-Sunnah bahwa Allah berbeda dengan segala yang dijadikan(makhluk). Dalam segala hal, Tuhan bukan makhluk dan makhluk bukan pula Tuhandan tidak akan pernah menjadi Tuhan(Allah).
Fananya makhluk dalam kekekalan Tuhan mesti diartikan sebagai pengenalan hati hamba terhadap Tuhannya yang sedemikian dalam sehingga benar- benar merasa berbedadihadirat- Nya, merasa tidak ada bats antar mereka denga Tuhannya, akan tetapi tetap dalam panduan bahwa hamba adalah hamba dan Tuhan adalah Tuhan.
G. Pondok Pesantren
Pengertian Pondok Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran Islam di mana di dalamnya terjadi interaksi antara kyai atau ustadz sebagai guru dan para santri sebagai murid dengan mengambil tempat di masjid atau halaman-halaman asrama (pondok) untuk mengaji dan membahas buku-buku teks keagamaan karya ulama masa lalu.
Istilah pesantren itu sendiri seperti halnya mengaji bukanlah dari bahasa Arab, melainkan dari India. Demikian juga istilah pondok langgar, surau di minangkabau dan rangkang di Aceh.
Banyak penulis sejarah pesantren berpendapat bahwa institusi ini merupakan hasil adopsi dari model perguruan yang diselenggarakan oleh orang-orang Hindu dan Budha. Sebagaimana diketahui, sewaktu Islam datang dan berkembang di pulau jawa telah ada lembaga perguruan Hindu dan Budha yang menggunakan sistem biara dan asrama sebagai tempat para pendeta dan bhiksu melakukan kegiatan pembelajaran kepada para pengilutnya.
Dari keterangan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan yang diadopsi dari lembaga pendidikan Hindu dan Budha yang di dalamnya terjadi interaksi antara kyai dan santri dengan mengambil masjid dan halaman-halaman asrama untuk mengaji buku-buku teks keagamaan ulama masa lalu.
Elemen-elemen Pondok Pesantren
Secara umum pondok pesantren terdiri dari lima elemen pokok, yaitu: kyai, santri, masjid/mushola, pondok/asrama, dan pengajaran kitab-kitab islam klasik (kitab kuning). Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pesantren dan membedakan pendidikan pondok pesantren dengan lembaga pendidikan dalam bentuk lain.
Kyai dan Ustadz
Keberadaan seorang kyai dalam lingkungan sebuah pondok pesantren laksana jantung bagi kehidupan manusia. Intensitas kyai memperlihatkan peran yang otoriter disebabkan karena kyailah perintis, pendiri, pengelola, pengasuh, pemimpin, dan bahkan juga pemilik tunggal sebuah pesantren. Oleh karena alasan ketokohan kyai di atas, banyak pesantren bubar lantaran ditinggal wafat kyainya Sementara  kyai  tidak  punya  keturunan  yang  dapat  melanjutkan usahanya.
Pada system pendidikan pesantren adakalanya sebuah pesantren dikelola oleh seorang kyai saja dengan dibantu oleh beberapa orang ustadz dan beberapa kadang dikelola oleh beberapa kyai yang masih dalam satu keluarga dengan dipimpin oleh seorang kyai sepuh (senior). Fungsinya seorang ustadz ini adalah sebagai pengajar kepada pra santri tingkat dasar dan menengah di bawah bimbingan dan petunjuk kyai. Proses pergantian kepemimpinan di pesantren itu sendiri pada umumnya menganut system pergantian secara geneologis.
Masjid atau Musholla
Elemen penting lainya dari pesantren adalah adanya masjid sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri baik untuk pelaksanaan shalat lima waktu, shalat jum’at, khutbah maupun untuk pengajaran kitab-kitab kuning. Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan ini merupakan manifestasi universal sebagai system pendidikan Islam sebagaimana yang telah dilakukan Rosulullah, sahabat dan orang-orang sesudahnya.
Tradisi yang dipraktekkan Rasullullah ini terus dilestarikan oleh kalangan pesantren. Para kyai selalu mengajar murid-muridnya di masjid. Mereka menganggap masjid sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan nilai-nilai kepada para santri terutama keaatan dan kedisiplinan. Penanaman sikap disiplin kepada para santri dilakukan melalui kegiatan sholat berjamaah setiap waktu di masjid, bangun pagi serta yang lainnya. Oleh karena itu, masjid merupakan bangunan yang pertama kali dibangun sebelum didirikannya sebuah pondok pesantren.

Santri
Santri sebagai elemen ketiga dari kultur pesantren yang merupakan unsur pokok yang tidak kalah pentingnya dari keempat unsur lainnya.
Santri mukim adalah para santri yang datang dari tempat jauh sehingga dia tinggal dan menetap di pondok (asrama) pesantren. Sedangkan santri kalong adalah pra santri yang berasal dari sekitar pondok pesantren sehingga mereka tidak memerlukan untuk tinggal dan menetap dipondok, mereka bolak-balik dari rumahnya masing-masing.
Pengajian Kitab-kitab Kuning
Tujuan utama dari pengajian kitab-kitab kuning adalah untuk mendidik calon-calon ulama. Sedangkan bagi para santri yang hanya dalam waktu singkat tinggal di pesantren, mereka tidak bercita-cita menjadi ulama, akan tetapi bertujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pendalaman perasaan keagamaan.
Keseluruhan kitab-kitab kuning yang diajarkan sebagai materi pembelajaran di pesantren secara sederhana dapat dikelompokkan ke dalam Sembilan kelompok yaitu :
Tajwid
Tafsir
Ilmu tafsir
Akhlak/tasawuf
Fiqh
Ushul Fiqih
Nahwu (syintax) dan sharaf (morfologi)
Manthiq dan Balaghoh
Tarikh Islam
Madrasah atau Sekolah
Pada beberapa pesantren yang telah melakukan pembaharuan di samping adanya masjid sebagai tempat belajar, juga disediakan madrasah atau sekolah sebagai tempat untuk mendalami ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum yang dilakukan secara klasikal. Madrasah atau sekolah ini biasanya terletak pada lingkungan pesantren secara terpadu.
Madrasah yang dikhususkan untuk mendalami ilmu-ilmu agama biasanya disebut dengan madrasah Diniyah. Sedangkan madrasah atau sekolah yang didalamnya diajarkan ilmu-ilmu umum, maka penyelenggaraanya mengikuti pola yang telah ditentukan oleh Departemen agama atau Depdiknas.
Pondok
Sebuah pesantren pada dasarnya adalah suatu lembaga pendidikan yang menyediakan asrama atau pondok (pemondokan) sebagai tempat tinggal bersama sekaligus tempat belajar para santri dibawah bimbingan kyai.
Pondok yang merupakan asrama bagi para santri ini merupakan ciri spesifik sebuah pesantren yang membedakanya dengan system pendidikan surau didaerah Minangkabau.
Tujuan pondok Pesantren
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan yang didalamnya diajarkan ilmu-ilmu keagamaan  yang dipimpin oleh seorang kyai.
Tujuan didirikannya pondok pesantren ini adalah menciptakan kepribadian muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, berahlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat, menyebarkan agama atau menegakkan Islam, dan menghilangkan kebodohan.

No comments:

 

Total Pageviews

Search This Blog

Most Reading

Theme images by lobaaaato. Powered by Blogger.