PENELITIAN HADITS DAN TAKHRIJ HADITS



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Takhrij hadits merupakan langkah awal dalam penelitian suatu hadits. Pada masa awal penelitian hadis sebenarnya telah dilakukan oleh para ulama’ salafyang kemudian hasilnya telah dikodefikasi dalam berbagai kitab hadits. Mengetahui masalah takhrij dan metode serta kaidahnya adalah sesuatu yang sangat penting bagi seseorang yang mempelajari ilmu syar’i. karena dengan ilmu takhrij ini seseorang akan mampu mengetahui tentang kualitas hadits dan kuantitas perawi hadits.
Latar belakang pentingnya penelitian hadits adalah hadits Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu sumber hukum dan ajaran Islam, dan tidak seluruhnya hadits Nabi ini tertulis pada zaman beliau. Di sisi lain juga timbul suatu periwayatan secara makna saja karena jumlah kitab-kitab hadits yang begitu banyaknyadengan penyusun yang beragam serta proses penghimpunan hadits yang memakan waktu yang cukup lama.
Hadits yang diteliti dalam tulisan ini adalah hadits tentang Etika Guru ketika mengajar dan Permasalahannya adalah, bagaimanakah kualitas sanad dan matannya?, sehingga bagaimanakah nilai haditsnya; dan bagaimanakah berhujjah dengannya?. Melalui kegiatan takhriij al-hadiits, makalah ini mencoba melacak orisinalitas hadits pada kitab-kitab sumber hadits yang dilengkapi dengan sanad-sanadnya, kemudian meneliti kualitas sanad dan matn hadits; yang meliputi persambungan sanad, kualitas para periwayat, ada tidaknya syadz dan 'illat pada matnnya; serta melakukan kegiatan i'tibaar al-sanad guna menemukan hadits-hadits yang berstatus sebagai mutaabi' dan syaahid. Melalui kegiatan itu, diharapkan dapat diketahu kualitas sanad dan matn hadits yang dimaksud, sehingga didapatkan kejelasan tentang penggunaannya sebagai hujjah.



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Takhrij Hadits
Menurut bahasa berasal dari kata khuruj (keluar) lawan dari dukhul (masuk). Khuruj terkadang berarti Ibros dan Idzhar (menampakkan). Takhrij di kalangan ahli hadits artinya menampakkan tempat keluarnya hadits dengan menyebut para perawi isnadnya. Menurut Ibnu Sholah (Ulum Al-Hadits) Takhrij persamaan dari kata ikhroj, yang berarti menampakkan hadits kepada orang lain dengan menyebut tempat pengambilannya. Artinya para tokoh isnadnya yang mentakhrij hadits itu disebutkan. Misal: Hadits yang dikeluar- kan oleh Bukhari, atau ditakhrij oleh Bukhari. Artinya ia meriwayatkannya dan menyebut tempat dikeluarkannya secara independen.[1]
Penelitian hadits (tahqiiq al-hadiits) merupakan tujuan terpenting dari kegiatan takhriij al-hadiits.[2] Menurut al-Thahhan,[3] takhriij (yang berarti الدّلالة, sebagai makna yang banyak dipakai kalangan ahli hadits) adalah melacak hadits pada kitab-kitab sumber pokok dan menjelaskan nilainya dengan meneliti sanad dan kualitas para periwayatnya.[4] Kitab-kitab sumber hadits yang dimaksud adalah kutub al-sittah, Muwaththa' Malik, kitab-kitab musnad, mustadrak, mushannaf dan sunan. Demikian juga kitab-kitab jami', mustakhraj, athraf dan kitab-kitab selain hadits yang banyak menyebutkan hadits yang diriwayatkan melalui sanad pengarangnya sendiri, seperti kitab tafsir al-Thabari. Sedang nilai hadits yang dimaksud adalah shahih, hasan, dla'if atau bahkan maudlu' (palsu). Menurut al-'Iraqi, menjelaskan nilai hadits merupakan hasil dan sesuatu yang sangat penting dalam kegiatan takhriij al-hadiits.[5]

B.  Data Hadits yang Diteliti
1.    Potongan Hadits yang diteliti :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
2.    Metode Takhrij Hadits Riwayat Ad Darimy :
Hadits tentang etika Guru ketika mengajar riwayat Ad darimy di atas, dilacak dengan menggunakan metode takhriij al-hadiits sebagai berikut :
a.    Menggunakan sebagian kata atau lafad yang terdapat dalam Hadits (matn hadits) melalui kitab Jami’ As Shaghir
Dengan menggunakan sebagian kata dari matn hadits, yaitu كَفَّارَةٌ, sebagaimana dalam kitab Al-Jaami'ush-Shaghiir karya As-Suyuthi, bahwa hadits tentang etika Guru ketika mengajar riwayat Ad Darimy di atas selain bersumber dari sahabat Umar, juga dari Ibnu Mas’ud dengan nilai Shahih.[6]  
b.    Menggunakan kata pertama dari matn dalam kitab Al-Mu’jam Al mufahras Li Alfaz Al-hadith al-nabawi
§  Melalui kata "سُبْحَانَكَ", dalam Al-Mu’jam Al mufahras Li Alfaz Al-hadith al-nabawi, juz 2, hadits tersebut terdapat dalam kitab Sunan Ad Darimy, Kitab Al Isti’dzan, Bab Kaffarat Al Majlis, Juz 2 nomor Hadits 2658. Sebagai berikut:
حَدَّثَنَا يَعْلَى بْنُ عُبَيْدٍ ، حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ يَعْنِي : ابْنَ دِينَارٍ ، عَنْ أَبِي هَاشِمٍ ، عَنْ رُفَيْعٍ : أَبِي الْعَالِيَةِ ، عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ ، قَالَ : لَمَّا كَانَ بِأَخَرَةٍ ، كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ فِي الْمَجْلِسِ فَأَرَادَ أَنْ يَقُومَ ، قَالَ : " سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ " . فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّكَ لَتَقُولُ الْآنَ كَلَامًا ، مَا كُنْتَ تَقُولُهُ فِيمَا خَلَا ، فَقَالَ : " هَذَا كَفَّارَةٌ لِمَا يَكُونُ فِي الْمَجَالِسِ رواه الدارمى
Artinya: telah bercerita kepada kami Ya’la bin Ubaid, telah bercerita kepadaku Hajjaj yakni Ibnu Dinar, dari Abi Hasyim, dari Rufai’ (Abi Aliyyah), dari abi Barzal Al Aslami, berkata: ketika Rasulullah akan mengahiri majlis, dan ketika Rasulullah SAW duduk dalam suatu majlis dan berniat untuk berdiri, Rasulullah mengucapkan “SUBHAANAKA ALLAHUMMA WA BIHAMDIKA ASYHADU ALAA ILAAHA ILLA ANTA ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIKA (Maha Suci Engkau Ya Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau, aku memeohon ampunan dan taubat kepada-Mu)”. Kemudian sahabat berkat kepada Rasulullah, “yaa Rasulullah sungguh saat ini Engkau telah mengucapkan suatu kalam yang tak pernah Engkau ucapkan sebelumnya” kemudian Rasulullah bersabda: “itu sebagai penebus dosa yang terjadi selama di dalam majlis”
§  Demikian juga melalui kataسبحانك "", hadits tersebut ditemukan dalam Sunan Abi Dawud, kitab Al Adab, Bab Kaffarat Al-Majlis, nomor Hadits 4857 sebagai berikut :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ ، قَالَ : أَخْبَرَنِي عَمْرٌو ، أَنَّ سَعِيدَ بْنَ أَبِي هِلَالٍ حَدَّثَهُ ، أَنَّ سَعِيدَ بْنَ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيَّ حَدَّثَهُ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ ، أَنَّهُ قَالَ : " كَلِمَاتٌ لَا يَتَكَلَّمُ بِهِنَّ أَحَدٌ فِي مَجْلِسِهِ عِنْدَ قِيَامِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ إِلَّا كُفِّرَ بِهِنَّ عَنْهُ ، وَلَا يَقُولُهُنَّ فِي مَجْلِسِ خَيْرٍ وَمَجْلِسِ ذِكْرٍ إِلَّا خُتِمَ لَهُ بِهِنَّ عَلَيْهِ كَمَا يُخْتَمُ بِالْخَاتَمِ عَلَى الصَّحِيفَةِ : سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ " حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ ، قَالَ : قَالَ عَمْرٌو ، وحَدَّثَنِي بِنَحْوِ ذَلِكَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي عَمْرٍو ، عَنْ الْمَقْبُرِيِّ , عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ رواه ابوداود
§  Selain itu juga dalam sunan Abu Dawud terdapat riwayat lain yang didapatkan dari Muhammad bin Hatim Al-Jarjaraiy, dengan nomor Hadits 4859
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ الْجَرْجَرَائِىُّ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ - الْمَعْنَى - أَنَّ عَبْدَةَ بْنَ سُلَيْمَانَ أَخْبَرَهُمْ عَنِ الْحَجَّاجِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ أَبِى هَاشِمٍ عَنْ أَبِى الْعَالِيَةِ عَنْ أَبِى بَرْزَةَ الأَسْلَمِىِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ بِأَخَرَةٍ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَقُومَ مِنَ الْمَجْلِسِ « سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ ». فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ لَتَقُولُ قَوْلاً مَا كُنْتَ تَقُولُهُ فِيمَا مَضَى. قَالَ « كَفَّارَةٌ لِمَا يَكُونُ فِى الْمَجْلِسِ » رواه ابوداود
§  Demikian juga melalui kataسبحانك "", hadits tersebut ditemukan dalam Sunan Tirmidzi, bab Da awaat, Juz 5, nomor Hadis 3433,
حدثنا أبو عبيدة بن أبي السفر الكوفي أحمد بن عبد الله الهمداني حدثنا حجاج بن محمد قال قال ابن جريج أخبرني موسى بن عقبة عن سهيل بن أبي صالح عن أبيه عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم من جلس في مجلس فكثر فيه لغطه فقال قبل أن يقوم من مجلسه ذلك سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت استغفرك وأتوب إليك إلا غفر له ما كان في مجلسه ذلك  رواه الترمذي
§  Demikian juga terdapat dalam Sunan Nasa’i, bab Nau’ Al akhar min al dzikri ba’da Al taslimi, nomor Hadis 1327, Musnad Ahmad, nomor Hadist 15729

3.    I'tibaar as-Sanad Hadits Riwayat Ad Darimy tentang etika Guru ketika mengajar :
Untuk kepentingan mencari riwayat hadits yang berstatus sebagai syaahid maupun sebagai mutaabi',[7] maka berikut ini dikemukakan skema sanad, baik khusus dari Sunan ad Darimy maupun secara lengkap bersama dengan riwayat-riwayat yang lain, dan urutan sanad dan periwayat hadits riwayat Ibnu Majah di atas, sebagai berikut :
a.    Skema Sanad Hadits riwayat Ad Darimy Tentang etika Guru ketika mengajar 
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
 


رسول الله ص قال
 

  
الدارمى حد ثنا
 













Sedang secara lengkap bersama dengan riwayat-riwayat yang lain, skema sanad hadits tentang larangan menyembunyikan cacat barang dagangan adalah sebagai berikut :[8]



الترمذي
أبى داود
الدارمي


حدثنا أبو عبيدة بن أبي السفر الكوفي
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ الْجَرْجَرَائِىُّ
- حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ

أحمد بن عبد الله الهمداني
وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ
حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ

حدثنا حجاج بن محمد قال
أَنَّ عَبْدَةَ بْنَ سُلَيْمَانَ أَخْبَرَهُمْ
أَخْبَرَنِى عَمْرٌو
عن أبي هاشم

قال ابن جريج
عَنِ الْحَجَّاجِ بْنِ دِينَارٍ
أَنَّ سَعِيدَ بْنَ أَبِى هِلاَلٍ حَدَّثَهُ
عن رفيع

أخبرني موسى بن عقبة
عَنْ أَبِى هَاشِمٍ
أَنَّ سَعِيدَ بْنَ أَبِى سَعِيدٍ الْمَقْبُرِىَّ حَدَّثَهُ
عن أبي العالية

عن سهيل بن أبي صالح
عَنْ أَبِى الْعَالِيَةِ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، أَنَّهُ قَالَ
عن أبي برزة الأسلمي قال لَمَّا كَانَ بِأَخَرَةٍ

عن أبيه
عَنْ أَبِى بَرْزَةَ الأَسْلَمِىِّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ بِأَخَرَةٍ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَقُومَ مِنَ الْمَجْلِسِ « سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ ». فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ لَتَقُولُ قَوْلاً مَا كُنْتَ تَقُولُهُ فِيمَا مَضَى. قَالَ « كَفَّارَةٌ لِمَا يَكُونُ فِى الْمَجْلِسِ »
: " كَلِمَاتٌ لَا يَتَكَلَّمُ بِهِنَّ أَحَدٌ فِي مَجْلِسِهِ عِنْدَ قِيَامِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ إِلَّا كُفِّرَ بِهِنَّ عَنْهُ ، وَلَا يَقُولُهُنَّ فِي مَجْلِسِ خَيْرٍ وَمَجْلِسِ ذِكْرٍ إِلَّا خُتِمَ لَهُ بِهِنَّ عَلَيْهِ كَمَا يُخْتَمُ بِالْخَاتَمِ عَلَى الصَّحِيفَةِ : سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
كان رسول الله ص م
وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ فِي الْمَجْلِسِ فَأَرَادَ أَنْ يَقُوم قَالَ: " سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ " . فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّكَ لَتَقُولُ الْآنَ كَلَامًا ، مَا كُنْتَ تَقُولُهُ فِيمَا خَلَا ، فَقَالَ : " هَذَا كَفَّارَةٌ لِمَا يَكُونُ فِي الْمَجَالِسِ: " سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ " . فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّكَ لَتَقُولُ الْآنَ كَلَامًا ، مَا كُنْتَ تَقُولُهُ فِيمَا خَلَا ، فَقَالَ : " هَذَا كَفَّارَةٌ لِمَا يَكُونُ فِي الْمَجَالِسِ

عن أبي هريرة قال



قال رسول الله ص م



من جلس في مجلس فكثر فيه لغطه فقال قبل أن يقوم من مجلسه ذلك سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت استغفرك وأتوب إليك إلا غفر له ما كان في مجلسه ذلك  


قَالَ عَمْرٌو




وحَدَّثَنِي بِنَحْوِ ذَلِكَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي عَمْرٍو










عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ



b.    Urutan Sanad dan Periwayat Hadits Riwayat Ad Darimy tentang etika guru ketika mengajar :

No. Urut
Nama Periwayat
Status Dalam Periwayatan
Metode Periwayatan
1.
Ad Darimy
Mukharrij / Periwayat Terkahir
Haddatsanaa
2.
Ya’la bin Ubaid
Sanad ke-1 / Periwayat ke-5
HaddaTsanaa
3.
Hajjaj, Ibnu Dinnar
Sanad ke-2 / Periwayat ke-4
'An
4.
Abi Hasyim
Sanad ke-3 / Periwayat ke-3
‘An
5.
Rufai’ Abi Aliyyah
Sanad ke-4 / Periwayat ke-2
'An
6.
Abi Barzah Al Aslamy
Sanad ke-5 / Periwayat ke-1
Kaana

4.    Biografi Periwayat Hadits Riwayat Ad Darimy tentang etika guru ketika mengajar :
a.    Abi Barzah Al Aslamy (w. 60-65 H) : kaana
Nama asli beliau adalah Nadlah bin Ubaid bin abid. Di antara gurunya dalam hal hadits adalah Nabi saw. dan Abu Bakar As shidiq. Sedang di antara muridnya adalah anaknya yaitu Al Mughiroh, Abu Minhal Ar Rayahi, Abu Usman An Nahdi, Abu Aliyyah Ar rayahi.
Menurut penuturan Imam Bukhari, ketika beliau berada di tanah basrah,  Abi Barzah ikut berperang bersama Rasulullah dalam tujuh peperangan dan juga menyaksikan perang hawarij, Isma’il menambahkan bahwa Abi Barzah perang bersama Mahlab bin Abi shafrah sekitar tahun 65 H, seperti yang dikatakan oleh Muhammad bin Qidamah. Dalam kitab Tarikh Al Ausath disebutkan bahwa Abi Barzah wafat sekitar umur 60-75. Ada juga yang mengatakan bahwa Abi Barzah wafat ahir pemerintahan Muawiyah.
Al Bukhari, Dalam kitab Tarikh Al Ausath disebutkan bahwa Abi Barzah wafat sekitar  tahun 60-75. Ada juga yang mengatakan bahwa Abi Barzah wafat ahir pemerintahan Muawiyah.[9]
b.      Rufai’ Abi Aliyyah (90 H / 111 H)  ‘An
Nama lengkap beliau adalah Rufai’ bin Mihran, beliau hidup pada masa Jahiliyah, dan masuk islam setelah Nabi Muhammad wafat yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar As shidiq. Di antara gurunya adalah Ali, Ibnu Mas’ud, Abi Musa, Abi Ayyub, Ubay bin Ka’ab, Tsauban, Hudhaifah, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, rafi’ bin Khudhaij, Abi Sa’id, Abi Hurairah, Abi Bardah  Al Aslami, Aisyah, Annas, Abi Dzar. Sedang diantara muridnya adalah Khalid Al Khudda’, Dawud bin Abi Hindun, Muhammad bin Sirrin, Yusuf bin Abdullah Bin Harits, Hafsah binti Sirrin, Rubai’ bin Anas, Abi Hasyim Arumany, Bakar Al Muzani, Tsabit Al Banani, Hamid Ibnu Hilal, Qotadah, Mansyur bin Zadan.
Menurut Ibnu Mu’in dan Abu Zur’ah, ia adalah seorang tabi’in yang tsiqah. Bahkan Ibnu Abi Dawud mengatakan bahwa setelah zaman sahabat tidak ada seorang tabi,in yang membacanya mampu menandingi bacaan beliau. Menurut Ajli, ia adalah tabi’in yang tsiqah dari beberapa tabi’in.
Untuk wafat beliau, para ulama’ berbeda pendapat. Ibnu Ady mengatakan bahwa beliau wafat di wilayah Hajjaj, menurut Abu Khaldah beliau wafat pada tahun 90 H dan 93 H, Al Madani mengatakan beliau Wafat pada tahun 106 H, sedangkan Abu Umar Ad Dlariri berpendapat bahwa beliau wafat pada tahun 111 H.[10]
c.    Abi Hasyim (w. 122 H/145 H) ‘An
Nama lengkap beliau adalah Yahya bin Dinar  bin Abi Aswad beliau wafat pada tahun 122 H, ada juga yang mengatakan tahun 145 H. Nama laqab beliau adalah ar Rumani al Wasity. Menurut Ibnu Hajar dan Adhahaby beliau adalah perawi yang tsiqah. Beberapa guru beliau adalah Ibrahim an Nakhai, Habib bin Abi Tsabit, Hasan al Basry, Hamad bin Abi Sulaiman, Sa’id bin Jabir, Abdullah bin Baridah, Abi Solih As Samany, Abi Aliyah ar Rayakhy. Sedangkan beberapa murid beliau adalah Asy’ats bin Sa’id Abu Rabi’, Ayyub Abu al Ila’i al Qasaby, Khalid bin Dinar An Naily, Hajjaj bin Dinar, Mansur bin Muktamar, Hasyim bin Basyir dan Walid bin Marwan.
Menurut Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dari bapaknya, dan Ishaq bin Mansur dari Yahya bin Mu’in dan Abu Zar’ah dan Nasa’i, Abi Hasyim adalah perowi yang tsiqah. Menurut Abu Hatim beliau adalah seorang yang Faqih dan dapat dipercaya. Menurut Muhammad bin Sa’id beliau adalah perawi yang tsiqah.
Disebutkan oleh Ibnu Hiban didalam kitab tsiqat, Hamid bin Bayan AL Wasity dari bapaknya mengatakan bahwa Abi Hasyim wafat pada tahun 122 H, sedangkan menurut Abu Bakar bin Manjuwiyah beliau wafat pada tahun 145 H.[11]
d.   Hajjaj, Ibnu Dinnar ‘An
Nama lengkap beliau adalah Hajjaj bin Dinar Al Asja’iyy, ada juga yang mengatakan As Salamiy, dan juga Al Wasithi. Beberapa Guru beliau adalah Abi Basyar Ja’far bin Abi Wahsyiah,  Abi Hayim Ar Rumani, Hikam bin Hajl, Hikam bin Utaibah, Syuaib bin Khalid, Muhammad bin Dzakwan. Sedangkankan diantara murid beliau adalah Abu Isma’il Ibrahim bin Sulaiman Al Mu’adab, Isra’il bin Yunus, Ismail bin Zakariya, Syu’bah bin Hajjaj, Ya’la bin Ubaid.
Menurut Abu Ishaq Ibrahim bin Ishaq bin Isa At Thalaqany dari Abdullah bin Mubarrak bahwa Hajjaj bin Dinar adalah Perawi yang tsiqah. Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dari bapaknya mengatakan beliau adalah Laisa bihi Ba’sun(tidak ada dalam dirinya suatu kecacatan). Menurut Abu Bakar bin Abi Hisamah dari Yahya bin Mu’in beliau adalah shudduqun (dapat dipercaya) dan laisa bihi ba’sa. Menurut Abu Khaisamah Zuhair bin Harb dan Ya’kub bin Syaibah dan Ahmad bin Abdullah Al Ijly beliau adalah tsiqah. Menurut At Tirmidzy beliau adalah tsiqah. Sedangakan Ad Daraquthni berpendapat bahwa Hajjaj ibnu dinar bukan termasuk perawi yang kuat hafalannya (laisa bi al Quwwa).[12]
e.    Ya’la bin Ubaid (L. 70 H- w. 207 H/ 209 H) Haddatsana
Ya’la bin Ubaid nama lengkap beliau adalah Ya’la bin Ubaid bin Abi Umayah Al Iyady, nama laqab beliau adalah Abu Yusuf At Thanafasy. Dikatakan juga Al Hanafy, beliau adalah saudara dari Muhammad bin Ubaid, Umar bin Ubaid dan Ibrahim bin Ubaid. Beberapa guru beliau adalah Ajlah bin Abdullah Al Kindy, Idris bin Yazid Al Audayi, Isma’il bin Abi Khalid, Hajjaj bin Dinar Al Asja’iyy, Abdul Malik bin Sulaiman, Fudhail bin Gazwan, Abu Bakar Al Madiny. Sedangkan beberapa murid beliau adalah Ibrahim bin Abdullah bin Mundar Al Bahaly Al Shan’any, Ibrahim bin Ya’kub Al Jurjany, Hasan bin Ali Al Khalaly, Muhammad bin Abdullah bin Numair, Muhammad bin Yahya Ad Dzuhly dan Ya’kub bin Syaibah As Sadusy.
Menurut Salih bin Ahmad bin Hanbal dari bapaknya, hadits dari Ya’la bin Ubaid adalah shahih. Menurut Ali bin Hasan Al Hisinjany, dari Ahmad bin Hanbal hadits dari Ya’la itu lebih shahih daripada hadits dari Muhammad bin Ubaid. Menurut Ishaq bin Mansur dari Yahya bin Mu’in beliau adalah tsiqah. Menurut Muhammad bin Abdullah bin Numair, Bukhari, Abu Dawud, dan Tirmidzy Ya’la bin Ubaid wafat pada tahun 209 H. Abu Dawud menambahkan beliau wafat pada bulan Syawal. Menurut Muhammad bin Sa’ad beliau wafat di Kuffah pada bulan Syawal pada tahun 209 H. Menurut Ibnu Hiban beliau wafat pada bulan ramadhan pada tahun 207 H. Ada juga yang berpendapat bahwa beliau lahir pada tahun 70 H.
f.     Ad darimy (181 H-255 H) Haddatsana
Nama lengkap Beliau adalah Abdullah bin Abdurrahman bin al Fadhl bin Bahram bin Abdush Shamad. Kuniyah beliau; Abu Muhammad Nasab beliau:  At Tamimi; adalah nisbah yang ditujukan kepada satu qabilah Tamim. Ad Darimi; adalah nisbah kepada Darim bin Malik dari kalangan at Tamimi. Dengan nisbah ini beliau terkenal. As Samarqandi; yaitu nisbah kepada negri tempat tinggal beliau. Ia di lahirkan pada taun 181 H, sebagaimana yang di terangkan oleh imam Ad Darimi sendiri, beliau menuturkan; ‘aku dilahirkan pada tahun meninggalnya Abdullah bin al Mubarak, yaitu tahun seratus delapan puluh satu. Ada juga yang berpendapat bahwa beliau lahir pada tahun 182  H. Beberapa Guru beliau adalah ; Yazid bin Harun,Ya’la bin ‘Ubaid,    Ja’far bin ‘Aun,  Basyr bin ‘Umar az Zahrani,  ‘Ubaidullah bin Abdul Hamid al Hanafi, Hasyim bin al Qasim,‘Utsman bin ‘Umar bin Faris, Sa’id bin ‘Amir adl Dluba’I, Abu ‘Ashim, ‘Ubaidullah bin Musa, Abu al Mughirah al Khaulani, Abu al Mushir al Ghassani,Muhammad bin Yusuf al Firyabi, Abu Nu’aim, Khalifah bin Khayyath,  Ahmad bin Hmabal, Yahya bin Ma’in, Ali bin Al Madini.
Murid-murid beliau, Imam Muslim bin Hajaj, Imam Abu Daud, Imam Abu ‘Isa At Tirmidzi, ‘Abd bin Humaid’ Raja` bin Murji, Al Hasan bin Ash Shabbah al Bazzar,  Muhammad bin Basysyar, (Bundar),  Muhammad bin Yahya, Baqi bin Makhlad, Abu Zur’ah’    Abu Hatim, Shalih bin Muhammad Jazzarah, Ja’far al Firyabi,    Muhammad bin An Nadlr al Jarudi. Imam Ahmad menuturkan; (Ad Darimi) imam.    Muhammad bin Basysyar Bundar menuturkan; penghafal dunia ada empat: Abu Zur’ah di ar Ray, Muslim di an Nasaiburi, Abdullah bin Abdurrahman di Samarqandi dan Muhamad bin Ismail di Bukhara”. Abu Sa’id al Asyaj menuturkan; ‘Abdullah bin Abdirrahman adalah imam kami.’Muhammad bin Abdullah al Makhrami berkata; ‘wahai penduduk Khurasan, selagi Abdullah bin Abdurrahman di tengah-tengah kalian, maka janganlah kalian menyibukkan diri dengan selain dirinya.’ Raja` bin Murji menuturkan; ‘aku telah melihat Ibnu Hambal, Ishaq bin Rahuyah, Ibnu al Madini dan Asy Syadzakuni, tetapi aku tidak pernah melihat orang yang lebih hafizh dari Abdullah. Abu Hatim berkata; Muhammad bin Isma’il adalah orang yang paling berilmu yang memasuki Iraq, Muhammad bin Yahya adalah orang yang paling berilmu yang berada di Khurasan pada hari ini, Muhammad bin Aslam adalah orang yang paling wara’ di antara mereka, dan Abdullah bin Abdurrahman orang yang paling tsabit diantara mereka. Ad Daruquthni menuturkan; ‘ tsiqatun masyhur. Muhammad bin Ibrahim bin Manshur as Sairazi menuturkan; “Abdullah adalah puncak kecerdasan dan konsistensi beragama, di antara orang yang menjadi teladan dalam kesantunan, keilmuan, hafalan, ibadah dan zuhud”.
Beliau meninggal dunia pada hari Kamis bertepatan dengan hari tarwiyyah, 8 Dzulhidjah, setelah ashar tahun 255 H, dalam usia 75 tahun. Dan dikuburkan keesokan harinya, Jumat (hari Arafah).[13]
5.      Data Hadits Syaahid dan Mutaabi'
Setelah dilakukan pelacakan terhadap hadits di atas dan melihat kema jalur periwayatan hadits dari berbagai kitab dalam hadits etika guru ketika mengajar ditemukan dua syahid, yaitu riwayat dari Abu Hurairah yang menjadi jalur periwayatannya At Tirmidzi sebagaimana disebutkan dalam kitabnya, dan riwayat dari Addarimi  dari Abi Barzah Al salami yang menjadi jalur periwayatanya , sebagaimana disebutkan dalam kitab sunannya.
Sedangkan dari hadits di atas juga terdapat dua mutabi’, yaitu riwayat Abu Dawud, sebagaimana disebutkan dalam kitab sunan-nya, yang melalui sanad dari Ahmad Shalih, dari Ibnu Wahb dari Sa’id bin Abi Hilal dari Sa’id bin Abi Sa’id Al Makburi dari Umar bin Ash. Riwayat At Tirmidzi , sebagaimana disebutkan dalam kitab sunan-nya, melalui riwayat dari Abu Ubaidah bin Abi Shafar Al Kuffi yang sampai kepada Abu Hurairah ra.
Jika riwayat Ad darimi di bandingkan dengan riwayat Abu Dawud yang melalui sanad dari Muhammad bin Hatim Al Jarjara’i, maka mutabi’ hadits ini adalah Muhammad bi Hatim Al Jar Jara’I dan Usman bin Abi Syaibah, yang akan bertemu pada Hajjaj bin Abi dinar hingga ke atas.
6.      Analisis Kualiatas Hadits
Untuk menentukan suatu hadits, sebaiknya langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui bagaimana kriteria hadits Shahih tersebut. Kebanyakan para Ulama’ telah spakat bahwa yang dinamakan hadits shahih adalah Hadits yang di riwayatkan oleh periwayat yang ‘adil[14], dhabith[15], dari awal sampai ahir sanad dan sanadnya bersambung, yang tidak terdapat Syadz[16] dan illat[17].[18]
Analisis yang dilakukan disini meliputi persambungan sanad, dan keadilan dan ke-dlaabith-an periwayat (tsiqah), sekaligus berguna dalam menganalisis ada tidaknya syadz dan 'illat. Berikut dilakukan analisis secara berturut-turut sesuai dengan urutan periwayat dalam sanad hadits riwayat Ad darimi.
a.    Abi Barzah Al Aslamy (60-65 H) : kaana
Berdasaarakan biografi yang telah disebutkan di atas, dapat diketahui bahwasannya terdapat persambungan sanad antara beliau dengan gurunya yaitu Rasulullah SAW, ini bisa dilihat berdasarkan ungkapan yang digunakan dalam menerima dan menyampaikan riwayat, yaitu Kaana yang bisa di artikan bahwa beliau melihat langsung Rasulullah. Dalam hal keadilanya Keadilannya dapat ditetapkan berdasarkan sebuah teori, bahwa "semua sahabat dinilai adil" sebagaimana "ijmak mayoriyas ulama"[19]. Disamping itu, dalam beberapa pendapat ulama di atas tidak ditemukan sifat yang merusak keadilannya.
Tentang ke-dhabitanya,peneliti tidak menemukan data yang jelas, akan tetapi peneliti menemukan bahwasanya tidak ada satupun ulama’ yang meragukan tentang ke tsiqahan, keadilan beliau.
b.    Rufai’ Abi Aliyyah (90 H / 111 H)  ‘An
Berdasarakan data biografinya di atas, menunjukkan bahwa beliau bertemu langsung dengan gurunya yaitu Abi Barzah Al Aslami, sebagaimana yang diterangkan oleh Al Izzy dalam kitab tahdhibul Al-kamal.
Biografinya di atas juga menyebutkan beliau adalah seorang tabi’in yang tsiqah. Bahkan Ibnu Abi Dawud mengatakan bahwa setelah zaman sahabat tidak ada seorang tabi,in yang membacanya mampu menandingi bacaan beliau. Menurut Al-Ijli, ia adalah tabi’in yang tsiqah dari beberapa tabi’in.
Berdasarkan analisis data dari biografinya ini dapat diketahui bahwa Rufai’ Abi Aliyyah adalah periwayat yang tsiqah dan terjadi hubungan dengan gurunya yaitu Abi Barzah Al Aslami.
c.    Abi Hasyim (w. 122 H/145 H) ‘An
Penilaian para Ulama’ terhadap dirinya seperti pada biografi di atas membuktikan bahwa Abi Hasyim  adalah seorang perawi yang tsiqah. Sedangkan persambungan sanad antara beliau dengan gurunya dapat dilihat pada data guru guru beliau dan data murid murid dari Rufai’ Abi Aliyyah. Meskipun disini beliau mengungkapkan periwayatanya dengan menggunakan ‘An.
d.   Hajjaj Ibnu dinar  An
Berdasarkan biografi beliau di atas banyak ulama’ yang mengatakan bahwa beliau adalah perawi yang tsiqah. Akan tetapi  Ad daraquthni berpendapat bahwa beliau tidak kuat hafalannya. Dari sini dapat dilihat bahwa aterjadi pertentangan dalam menilainya, antara adil (al-ta'diil) dengan tercela (al-jarh). Dalam hal seperti itu, harus didahulukan penilaian tentang ketercelaan dari pada tentang keadilannya (al-jarh muqaddamun 'ala al-ta'diil, idzaa fussira bih), menurut kebanyakan ulama hadits,[20] karena kritik tentang ketercelaan itu lebih detail dibanding kritik tentang keadilannya. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa ia adalah periwayat yang tidak adil. Meskipun dalam biografinya tersebut dikatakan bahwa salah satu guru beliau adalah Abi Hasyim.
e.    Ya’la bin Ubaid (L. 70 H- w. 207 H/ 209 H) Haddatsana
Berdasarkan ungkapan periwayatannya, yaitu haddatsana dan melihat dari data guru beliau, maka dapat dinyatakan bahwa Ya.la bin Ubaid dimungkinkan sekali berhubungan langsung dengan gurunya. Tentang keadilan dan ke-dhabitan-nya beliau terkenal sebagai perawi yang tsiqah dan ke-dhabitan-nya tidak di ragukan lagi. Ini berdasarkan perkata’an Ali bin Hasan Al Hisinjany, dari Ahmad bin Hanbal hadits dari Ya’la itu lebih shahih daripada hadits dari Muhammad bin Ubaid.
f.     Ad darimy (181 H-255 H) Haddatsana
Dengan melihat data biografi beliau dan juga melihat ungkapan periwayatnnya, yaitu haddatsana. Maka bisa dikatakan bahwa beliau dimungkinkan berhubungan dengan gurunnya. Hal ini diperkuat dengan data dari beberapa guru beliau.
Dari beberapa analisis yang telah dilakukan di atas dapat dinyatakan bahwa dari segi sanad telah terjadi pertemuan langsung atau hubungan kesezamana antar perawi. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa sanad hadits ni adalah muttashil dari awal hingga aahir (marfu’ muttashil).
Namun dalam hal keadilan dan ke-dhabith-an para periwayat ditemukan terdapat 4 periwayat yang tsiqah dan satu periwayat yang tidak dhabith dan tidak adil yaitu Hajjaj ibnu dinar.
Dengan demikian, meskipun dalam hal sanad hadits ini dikatakan muttashil akan tetapi telah ditemukan seorang periwayat yang tidak tsiqah lantaran ke-dhabiht--anya, maka dapat dikatakan hadits ini adalah dha’if.
Akan tetapi hadis riwayat Ad darimi ini mempunyai syaahid, seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu riwayat riwayat dari Abu Hurairah yang menjadi jalur periwayatannya At Tirmidzi, dan riwayat dari Addarimi dari Abi Barzah Al salami yang menjadi jalur periwayatanya, maka kesimpulan tentang hadis ini masih dapat berubah. Selain itu dari data hadis Syahid juga ditemukan pada riwayat Abu dawud dan At tirmidzi yang jalur periwayatannya mealui sahabat Amr bin Ash dan Abu Hurairah.
Hadits tentang etika Guru dalam mengajar riwayat Ad Darimi ini di riwayatkan oleh tiga orang sahabat. Pertama, oleh sahabat Abi Barzah Al Aslami yang menjadi sanad Ad Darimi dan Abu Dawud dalam riwayat lain tapi dalam redaksi yang berbeda. Kedua, sahabat Amr bin Ash yang menjadi sanad Abu dawud dalam riwayat lain. Ketiga, sahabat Abu Hurairah yang menjadi jalur sanad At Tirmidzi.
Berdasarakan data data yang telah dipaparakan di atas maka hadits tentang etika Guru dalam mengajar riwayat Ad Darimi ini dapat di angkat dari Dla’if menjadi Hasan Lighairihi.
C.     KANDUNGAN HADITS
1.    Makna Kosa kata
Lafad لتقول الآن كلاما ما كنت تقوله فيما خلا (sungguh engkau telah mengucapkan kalimat yang belum pernah engkau ucapkan sebelumnya) pada hadits di atas menunjukkan bahwa kalimat yang diucapkan Nabi Muhammad tersebut adalah kalimat yang sama sekali belum pernah di ucapkan Nabi sebelumnya.
Sedangkan lafad كفارة ini menunjukkan bahwa membaca bacaan سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ dapat menjadi sebuah tebusan dosa ketika di dalam suatu majlis.
2.    Makna secara Global
Secara global makna dari hadits riwayat Ad darimi ini adalah menerangkan sebuah do’a yang di ucapkan ketika akan berpisah dalam suatu majlis. Di dalam hadits ini juga di terangkan bahwasnnya do’a ini adalah sebagai tebusan dosa yang dilakukan ketika didalam majlis. Maksudnya adalah dosa dari perkataan-perkataan yang laghwu atau sia-sia.
Dari hadits ini juga sudah jelas bahwa lafad ini سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك di ucapkan ketika akan berdiri(sebelum berpisah) dalam suatu majlis ketika majlis tersebut akan selesai.
Akan tetapi, pada dasarnya tidak ada anjuran untuk secara serentak dan bersama-sama menbaca do’a tersebut sebagai penutup suatu majlis. Do’a ini cukup dibaca sendiri-sendiri secara sirr(pelan). Namun jika ada seseorang yang membacanya dengan keras dan bersama-sama maka tidak bisa disalahkan, apalagi jika ada suatu niatan untuk mengingatkan orang lain dan mengajarkan orang lain tentang do’a tersebut.



















BAB II
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari beberapa bahasan yang telah peneliti paparkan di atas tentang etika guru ketika mengajar riwayat Ad darimi, dapat di simpulkan bahwa kualitas hadits di atas adalah Hasan Lighairihi, yang artinya hadist ini tergolong hasan karena terdapat hadits-hadits lain yang mengatakan tentang hadits tersebut, meskipun dari sanad yang berbeda. Oleh karenanya berhujjah atau mengamalkan hadits di atas hukumnya boleh.


[1] Mahmud At-Thohhan, Ushul At-Takhrij Wa Dirosat Al-Asaanid , (Semarang: Dina Utama, 1995), hlm. 15-16
[2]al-Hafizh al-'Iraqi, "Mukaddimah"dalam al-Mughni 'an Haml al-Asfaar fi al-Asfaar fi Takhriij maa fi al-Ihyaa' min al-Akhbaar (Beirut : Dar al-Ma'arif, th.), 1.
[3]Mahmud al-Thahhan, Ushuul al-Takhriij wa Diraasat al-Asaanid, terj. Ridlwan Nasir (Surabaya : Bina Ilmu, 1995), 5.
[4]Ibid; Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadits (Jakarta : Bumi Aksara, 1997), 244-245; dan Abu Muhammad Mahdi, Thuruq Takrhij Hadits Rasulillah Shalla Allahu 'Alaihi wa sallama, terj. Sa'id Agil Husain al-Munawwar (Semarang : Dina Utama, 1994), 2-4.
[5]al-Hafizh al-'Iraqi, "Mukaddimah"dalam al-Mughni …, 1.
[6]As-Suyuthi, Al-Jami'ush-Shaghiir min Ahaadiits al-Basyiir an-Nadziir juz 2 (Beirut : Darul Fikr, 1995), 390.
[7] Hadits Syaahid adalah hadits riwayat seorang sahabat serupa dengan riwayat sahabat lain, baik dalam redaksi atau hanya isinya. Hadits mutaabi' adalah hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari seorang periwayat pada selain tingkat sahabat yang menerima dari guru yang sama.
[8] Data tentang skema sanad hadits secara lengkap ini sekaligus menjadi data tentang hadits syaahid dan mutaabi'.
[9] Al-'Asqalan, Kitab Tahdhib …… juz 6, 556-557
[10] Al-'Asqalan, Kitab Tahdhib …… juz 2, 442-443
[14] Adil yang dimaksudkan disini adalah adil dalam periwayatanya yaitu muslim, baligh, berakal, yang selamat dari dosa kecil dn besar, dan suatu perkara yang bisa menghilangkan kehormatanya , seperti makan ditengah pasar.
[15] Orang yang kuat hafalanya tentang apa apa yang didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya tersebut kapan saja dia menghendakinya
[16] Syududz pertentangan antara perawi yang tsiqah dengan riwayat yang lebih tsiqah darinya, bai dari segi pengurangan atau penambahan di dalam sanad atau matn
[17] Sifat buruk yang dapat menciderai keshahihan suatu hadits
[18] Busrol Karim Abdul Mughni, Musthalah Al Hadits, (Madrasah Mafatihul Huda, Jampes, Kediri, Tt) hlm:3
[19] Al-Amidi, Abu al-Hasan Ali bin Abi Ali bin Muhammad, al-Ihkam fi usul al-Ahkam juz 1 (Mesir : Muhammad Ali Shabih wa awladuh, 1968), 274.
[20] Al-Khatib, 'Ujjaj, Usul al-Hadits wa mustalahuhu (Beirut : Dar al-Fikr, 1980), 269-270

No comments:

 

Total Pageviews

Search This Blog

Most Reading

Theme images by lobaaaato. Powered by Blogger.